Komisi VI DPR RI Ungkap Ratusan Pengaduan Pelanggaran Kewenangan BP Batam

INFOSEMUA.com -| Pimpinan Komisi VI DPR RI mengungkapkan pihaknya menerima ratusan pengaduan masyarakat tentang penyimpangan kewenangan yang dimiliki Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Pernyataan itu disampaikan dalam Rapat Pimpinan (Rapim) VI DPR RI, menanggapi aksi perubuhan gedung dan fasilitas Hotel & Resort Purajaya yang dinilai merusak iklim investasi di Pulau Batam.

“Kami tetap dapat memanggil paksa siapapun, termasuk mantan pejabat jika sudah selesai menjabat, untuk mempertanggungjawabkan tindakannya selama memimpin sebuah badan. Tidak ada yang kebal terhadap aturan yang berlaku, kami tetap mendalami semua laporan untuk diselesaikan sesuai dengan aturan yang ada,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Prof Dr Drs HAM Nurdin Halid, dalam Rapat Pimpinan Komisi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (3/2/2025).

Rapat Komisi VI dilakukan terkait dengan banyaknya masalah yang terjadi dalam pengelolaan kewenangan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Masalah yang paling banyak, kata Nurdin Halid, antara lain pengelolaan lahan yang penuh dengan persoalan hingga muncul gugatan dan bahkan tindak pidana.

Laporan yang masuk ke Komisi VI, dalam pembahasan Rapim Komisi VI DPR RI, antara lain tentang pengalokasian lahan yang masih dikelola oleh investor dan telah membangun di atas lahan yang diperoleh dari BP Batam, seperti Hotel & Resort Purajaya.

“Baru ini terjadi, BP Batam membiarkan, dan bahkan mengawal tindakan perobohan terhadap gedung hotel bernilai ratusan miliar rupiah, (pengaduan) ini salah satu yang menjadi konsentrasi kami di Komisi,” kata Andre Rosiade.

Pimpinan dan Anggota Komisi VI DPR RI yang hadir, antara lain: Ketua Komisi VI Dr Hj Anggia Erma Rini, MKM, Wakil Ketua Komisi VI masing-masing Adisatrya Suryo Sulisto (Fraksi PDI), Prof Dr Drs HAM Nurdin Halid (Fraksi PG), Andre Rosiade (Fraksi Gerindra), Anggota Komisi VI masing-masing Rahmat Gobel dan Subardi (Fraksi NasDem).

Langkah berikut yang akan dilakukan Komisi VI terhadap banyaknya pengaduan yang masuk ke komisi itu, hari ini, 4/2/2025 Komisi VI akan melakukan Rapat Dengar Pendapat bersama sejumlah tokoh masyarakat, termasuk masyarakat adat Melayu dari Batam dan Kepri di Ruang Komisi VI DPR RI, Senayan, Jakarta. Rapat akan membedah berbagai pelanggaran kewenangan yang dilakukan oleh BP Batam, terutama selema kepemimpinan Wali Kota Batam Ex Officio Kepala BP Batam Muhammad Rudi.

Sebagaimana diketahui, Komisi VI DPR RI bermitra dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, Kementerian Koperasi, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam), Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPK Sabang), serta Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin).

Kepala BP Batam Muhammad Rudi Terlibat

Wali Kota Batam Ex Officio Kepala BP Batam, menurut informasi yang diterima media ini diduga terlibat dalam aksi perobohan gedung hotel Pura Jaya di Nongsa, Kota Batam. Pasalnya, PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP) yang memerintahkan PT Lamro Matua Sejati (LMS) untuk merobohkan gedung senilai Rp922 miliar itu, mendapat pengawalan dari Tim Terpadu yang dibentuk oleh BP Batam bersama Pemerintah Kota Batam, di mana kedua instansi itu dipimpin oleh Muhammad Rudi.

“Ya, saya yakin aksi perobohan terhadap Hotel dan Resort Purajaya melibatkan Wali Kota Batam Ex Officio Kepala BP Batam, terbukti dari hampir 500-an personil Satpol PP, Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam, Kepolisian dan TNI, menjaga aksi perobohan itu. Saya kira penting untuk memeriksa semua instansi terkait demi mendapat indikator keterlibatan pimpinan, terutama Kepala BP Batam,” kata Ketua Bidang Pertanahan dan Lingkungan Hidup Gerak Garuda Nusantara (Gegana), Azhari Hamid ST MEng.

Mengapa kasus perobohan hotel Purajaya menjadi kasus yang seharusnya dapat atensi dari DPR dan Pemerintah, khususnya aparat penegak huku, kata Azhari, karena belum pernah ada tindakan perusakan yang menghilangkan investasi ratusan miliar, disaksikan dan bahkan dilindungi oleh aparat. ”Apa yang terjadi di Batam, merupakan contoh buruk kepemimpinan sebuah lembaga bernama BP Batam, yang menimbulkan ketakutan di pihak investor dan ketidak-pastian hukum,” ucap Azhari.

Beberapa waktu lalu, ketika proses perdata kasus perobohan Hotel Pura Jaya berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Batam, seorang saksi ahli dalam sidang perobohan gedung hotel Pura Jaya, yakni Mantan Kepala Sub Direktorat Pertanahan dan Kawasan Khusus, Hendri Firdaus, SH, menegaskan perobohan gedung hotel Pura Jaya tidak sah secara hukum.

Pasalnya, pemilik gedung, yakni PT Dhani Tasha Lestari (DTL) masih memiliki hak prioritas atas tanah, dan kenyataannya masih ada upaya hukum untuk mempertahankan tanah itu.

“Pemilik bangunan gedung hotel Pura Jaya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, masih memiliki hak prioritas yang tidak dibatasi oleh waktu. Hak prioritas itu antara lain untuk memperpanjang sewa tanah (UWT-Uang Wajib Tahunan) yang diperkuat oleh Sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan). Saya jamin BPN (Badan Pertanahan Nasional) tidak akan mencabut HGB sebelum adanya kekuatan hukum atas sengketa di atas tanah yang bersangkutan,” kata Hendri Firdaus.

Pada Peraturan Pemerintah RI nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, pada pasal 37 ayat (4) disebut: Tanah yang Dikuasai Langsung oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan menjadi kewenangan Menteri dan dapat diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak dengan memperhatikan enam alasan.

Enam alasan itu yakni:
a. tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
b. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
d. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang;
e. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum;
f. sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan g. keadaan Tanah dan masyarakat sekitar.

Dasar yuridis itu, menurut Hendri Firdaus, sangat kuat untuk membatalkan pengalokasian tanah kepada pihak ketiga, dalam kasus Hotel Pura Jaya, adalah PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP).

“Penyewa baru harus memastikan bahwa kewajiban PBB (Pejak Bumi dan Bangunan) telah dialihkan kembali kepada BP (Badan Kawasan Batam), untuk seterusnya dialihkan kepada penerima alokasi. Jika tidak, berarti masih ada persoalan hukum. Harusnya, ditunda dulu pengambil-alihan tanah sampai clear secara hukum,” tutup Hendri Firdaus.(Tim_Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *